Daya Pikat Sekolah Katolik

Artikel ini diambil dari Majalah HIDUP Edisi no. 48 tanggal 1 Desember 2013. Penulis: Fidelis Waruwu, Direktur Education Training dan staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara, Jakarta. Selamat membaca!

 

Tantangan sekolah Katolik saat ini adalah mempertahankan keunggulan yang dulu pernah terbukti mampu memberi daya pikat. Saat ini daya pikat sekolah lain menjadi lebih tinggi, sehingga banyak sekolah Katolik mengalami penurunan murid; bahkan beberapa terancam tutup, karena tidak memiliki cukup murid. Di beberapa tempat, kehadiran sekolah plus dan sekolah gratis dari pemerintah daerah setempat membuat posisi sekolah Katolik makin kehilangan murid.

Pertanyaannya: Apakah kejayaan sekolah Katolik yang 20 tahun lalu masih bisa kita ulangi pada abad 21 ini? Apa yang membuat sekolah Katolik memiliki daya pikat tinggi, yang mungkin masih bisa kita “hidupkan” dan menjadi nafas sekolah Katolik pada abad ini? Apakah benar, nilai katolisitas merupakan nilai yang memberi daya pikat sekolah Katolik? Seorang pemimpin perusahaan nasional yang beragama Katolik dan menyekolahkan semua anaknya di sekolah Katolik bercerita bahwa ia merasa terganggu, karena cucunya disekolahkan di sekolah internasional dan bukan di sekolah Katolik. Ketika ditanyakan kepada putranya, alasan tidak menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik, jawaban sang putra sangat mengejutkan, “Sekolah Katolik cocok untuk masa 20 tahun yang lalu. Kalau sekarang, anak lebih baik belajar di sekolah Internasional.” Jika belajar di sekolah Katolik, anak-anak banyak tugas, orangtua mesti menyiapkan guru les semua mata pelajaran. Kalau tidak, anak-anak terancam tinggal kelas. Tiap ulangan pasti remedial. Anak-anak stres dengan guru yang galak, cemberut, dan menjadi anak pemarah. Di sekolah internasional, tidak ada tugas rumah yang membutuhkan guru les. Anak menyelesaikan semua tugas bersama guru di sekolah, dan ternyata anak lebih kreatif dan bisa mengikuti pelajaran.

Lalu apa yang dipelajari di sekolah Katolik? Para peserta didik diajarkan menghafal, menjawab soal ujian nasional, soal ulangan harian, dan ulangan mid-semester. Peserta didik tidak diajari memahami dan berpikir sendiri. Guru lebih tampil sebagai instruktur, pengajar, dan jika tidak bisa menjawab ulangan, lalu memberi remedial. Keadaan di atas tentu tidak menggambarkan keadaan semua sekolah Katolik. Tapi sekolah manapun, kalau keadaannya demikian, akan kehilangan daya tarik. Ditambah lagi jika sekolah lebih menekankan pendekatan hukuman daripada pembinaan untuk membantu anak didik bisa mengatasi masalahnya.

Apa keunggulan sekolah Katolik yang mampu mempertahankan daya pikatnya? Guru-guru yang mampu mengajar dengan hati dan penuh kasih. Kalau anak belum mengetahui, guru dengan sabar menjelaskan sampai anak memahami. Ini kekhasan nilai katolisitas, yang berprinsip membimbing anak didik dengan sabar; lebih menekankan pendekatan kasih daripada pendekatan
 hukuman dan kekerasan. Anak diajar untuk menalar, berpikir, memahami, dan bukan menghafal, sehingga anak didik tidak membutuhkan guru les. Anak-anak yang belum mampu dibimbing secara pribadi, sehingga ketika ada ulangan, semua anak berhasil, tidak perlu ada remedial. Anak diajarkan bertanggung jawab, mandiri, dan terampil dalam hal berkomunikasi dengan rekan murid dan orang tua. Ini semua hanya mungkin dapat dilakukan guru yang memiliki kemampuan “mengasihi” dengan hati.

Guru seperti ini bukan berarti tak pernah marah. Mereka bisa marah, bertindak keras, tapi anak mampu menerima tindakan tersebut, karena mereka mengetahui bahwa itu adalah konsekuensi dari sebuah tanggung jawab. Setelah kemarahan itu, guru menjalin kembali hubungan pribadi dengan anak, mengajak dialog dari hati ke hati, sehingga anak memahami akar masalah dan belajar mengatasinya. Kita merindukan sekolah Katolik yang memiliki guru dengan pendekatan pedagogi kasih, yang merupakan inti dari katolisitas sejati. Anak-anak berlatih untuk saling menghargai perbedaan, belajar untuk hidup, dan menjadi manusia dewasa yang utuh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *